Pengertian Reserve Currency

Beberapa hari yang lalu, saya baca di suatu berita ada Anggota DPR RI yang mengusulkan untuk melakukan pencetakan uang. Saya jujur miris membaca berita ini. Anggota DPR RI atau Badan Anggaran DPR RI yang mengusulkan ini menyamakan case di beberapa negara seperti USA, Jepang, Uni Eropa yang melakukan quantitative easing secara besar-besaran. Jujur, saya salah satu yang kurang setuju kebijakan "cetak duit" atau bahasa kerennya Quantitative Easing, apalagi kebijakan "Helicopter Money" diterapkan di Indonesia. Ada beberapa alasan, salah satunya adalah karena Rupiah bukan Reserve Currency. Apa itu Reserve Currency?

DEFINISI
Reserve Currency adalah mata uang asing yang dimiliki oleh Bank Sentral sebagai cadangan devisa suatu negara. Mata uang ini juga lazim dipakai untuk kegiatan perdagangan dan investasi internasional. Kenapa ada Reserve Currency?

Untuk lebih memahami, mungkin ilustrasi antara Bambang dan Ahmad ini bisa lebih menjelaskan.
Bambang = Importir minyak asal Indonesia
Ahmad = Exporter minyak asal Saudi

B: Mad, ane mau beli minyak dong 1000 barrel aja.
A: Oke, mbang. Skrg harga minyak 10$/barrel, jadi total 10.000$ ya
B: $10k berarti 150jt rupiah ya. Ane transfer rupiah ya
A: Haduh, Bambang. Jangan pake rupiah dong. Di Arab, Rupiah nggak laku. Gak bisa buat beli apa-apa di Arab
B: Waduh, terus bayar pake apa Mad?
A: Dollar aja ya. Biar ane nggak harus nuker-nuker lagi. Harga minyak juga kan dalam dollar, jadi biar gampang
B: Hmmmm. Oke deh

Bayangkan saja percakapan di atas terjadi pada semua perdagangan ataupun investasi internasional. Akan ada mata uang yang lebih "berkuasa" dari mata uang lainnya. Selain itu, ada faktor power (risiko default) dari suatu negara yang menyebabkan Bank Sentral lebih mempercayai mata uang negara tertentu. Contohnya, Amerika Serikat dibandingkan Venezuela. Bank Sentral di seluruh dunia tentu saja lebih percaya dan merasa safe untuk menyimpan dollar Amerika Serikat daripada mata uang Venezuela sebagai cadangan devisa (cadev). Risiko kebangkrutan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dipandang jauh lebih rendah daripada Venezuela. Karena itulah, mata uang yang seperti ini (reserve currency) disimpan oleh suatu negara sebagai cadangan devisa selain emas, surat utang, dll.

KONDISI SAAT INI
Menurut data, saat ini ada 4 mata uang terbesar yang berstatus reserve currency dan disimpan oleh Bank Sentral di seluruh dunia sebagai cadangan devisa, yaitu:
1. US$ (US dollar)
2. Euro
3. Yen
4. Poundsterling

Komposisi Reserve Currency sejak 1995
Kondisi terkini (2019Q4) Cadev seluruh dunia dan persentase reserve currency
Dari tabel di atas, bisa kita lihat apabila 60% cadangan devisa berbentuk mata uang asing di seluruh  negara di dunia disimpan dalam US$. Untuk keseluruhan, sekitar 91% cadangan devisa mata uang asing di seluruh negara di dunia disimpan dalam bentuk US$, €uro, ¥en , atau £ Poundsterling.

Selain dari sisi cadangan devisa, reserve currency ini juga mendominasi dalam perdagangan internasional, dibuktikan dengan volume perdagangan mata uang (data tahun 2019). US$ menjadi mata uang yang paling sering diperdagangkan. Sekitar 70% transaksi perdagangan dunia melibatkan US$.

Ini tidak mengherankan ya. Karena hampir semua komoditas yang diperdagangkan secara global diperjualbelikan dalam US$ (benchmark). Contohnya minyak, gas, batubara, emas, palladium, perak, jagung, timah, tembaga, dll. Oleh karena itu, saat negara seperti USA, Jepang, Uni Eropa dan Inggris berlomba untuk mencetak uang dan meningkatkan supply dengan quantitative easing, tetap saja permintaan terhadap mata uang tersebut masih tinggi karena sistem perdagangan dan perekonomian dunia. Saya pikir disitulah letak keistimewaan reserve currency.

Bukan saya saja kok yang berpikir kalo reserve currency itu istimewa. Ray Dalio dalam suatu tulisannya juga mengatakan "Having a Reserve Currency Gives a Country Incredible Power". Dia mengatakan "Countries that have the world’s reserve currencies have amazing power—a reserve currency is probably the most important power to have, even more than military power". Walau begitu, tentu saja pencetakan uang secara masif tetap bisa memunculkan inflasi dan devalusi. Ini risiko yang harus diperhitungkan oleh suatu negara sebelum melakukan quantitative easing.

Di kala Indonesia harus berutang ke negara lain/investor global untuk mengatasi efek pandemic, ada beberapa negara yang "cetak uang" secara gampang. Bagaimana? Kedengeran tidak fair ya? Mau tidak mau terima, ya itulah kenyataan dunia ini. Ingin merasakan keistimewaan "Reserve Currency"? Makanya, jadi negara adidaya. Hehehe

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porositas dan Permeabilitas

Krisis Finansial 2008 (Penyebab dan Dampak)

Ghawar Oilfield, Lapangan Minyak Terbesar di Dunia