Kasus Keuangan : Reksadana Minna Padi (Kasus Gagal Bayar 4 Triliun)
Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) |
Hallo, Gan. Pada kesempatan kali ini, saya ingin menulis tentang sebuah kasus keuangan yang telah dan sedang terjadi di Indonesia. Kasus ini adalah kasus Reksadana Minna Padi. Bagi para investor mungkin kasus ini agak basi ya, karena kasus ini sebenarnya terjadi pada November 2019 lalu dan sudah lumayan sering diberitakan. Walau begitu, ternyata hingga kini kasus ini belum menemui titik terang. Belum ada solusi pasti tentang nasib para investor. Kerugian atau gagal bayar yang harus diterima investor akibat kasus ini diperkirakan mencapai 4 trilyun rupiah. Bagaimana kasus ini terjadi? Check this out!
Awal Mula
Kasus yang terjadi pada Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) bermula ketika OJK melakukan investigasi pada MPAM. Berdasarkan investigasi di lapangan, ditemukan adanya pelanggaran penjualan produk reksadana oleh MPAM. Temuan OJK menunjukkan ada dua reksa dana (Reksa Dana Minna Padi Pasopati Saham dan Reksa Dana Minna Padi Pringgondani Saham) yang dijual dengan janji return pasti (guaranteed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan - 12 bulan yang dipasarkan melalui cabang perseroan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Selain itu, kantor cabang perseroan yang sama juga diduga menjual produk investasi berbasis jual janji beli kembali atau gadai (repurchase agreement/repo) saham. Akibat temuan yang bertentangan dengan peraturan OJK ini, OJK memerintahkan penghentian penjualan sementara (suspensi) sejak 9 Oktober 2019 pada kedua produk reksadana yang dikeluarkan oleh MPAM tersebut melalui surat perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernomor S-1240/PM.21/2019. Sebelum disuspensi, dana kelolaan Minna Padi Aset Manajemen telah bertumbuh Rp 2.31 Trilyun hanya dalam periode 9 bulan (Desember 2018 - September 2019).
Tak berhenti pada suspensi, sebulan setelahnya tepat pada tanggal 22 November 2019, OJK menerbitkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 yang berisi perintah kepada Minna Padi Aset Manajemen untuk membubarkan atau melikuidasi 6 reksadana yang dikelolanya. Reksadana yang harus dilikuidasi itu antara lain: Minna Padi Pringgondani Saham, Minna Padi Pasopati Saham, Minna Padi Amanah Saham Syariah, Minna Padi Hastinapura Saham, Minna Padi Property Plus, dan Minna Padi Keraton II. Sebelum dibubarkan pada Oktober 2019, AUM (Asset Under Management) untuk 6 produk reksadana tersebut sekitar 6 Trilyun rupiah. Sesuai dengan peraturan, MPAM punya waktu hingga 60 hari bursa (tenggat waktu hingga 18 Februari 2020) untuk melikuidasi keenam produknya tersebut.
Dampak
Karena produk reksadana yang dilikuidasi dominannya berjenis reksadana saham tentunya kejadian ini memiliki efek ke bursa saham. Akibat likuidasi 6 produk reksadana yang dikelola oleh MPAM, pasar saham mengalami sedikit guncangan. Berdekatan dengan pembubaran 6 produk reksadana ini, IHSG terpantau melemah bahkan sempat di bawah 6000. Walaupun dana kelolaan MPAM yang harus dilikuidasi hanya 6 trilyun, tapi namanya dunia investasi, pasti berkaitan erat dengan kepercayaan dan psikologis masyarakat. Yang saya lihat saat itu, investor cukup panik. Saham-saham yang menjadi portofolio 6 reksadana ini mengalami aksi jual lumayan masif. Kebetulan juga kasus yang menimpa MPAM ini berdekatan dengan kasus keuangan lain di reksadana (Emco, Narada) dan asuransi (Jiwasraya, Asabri, Bumiputera).
Top 5 saham yang masuk portofolio Reksadana Minna Padi Pasopati Saham (NAB per 31 Oktober 2019 = Rp 1.19 trilyun):
1. JSMR (Jasa Marga)
2. CTRA (Ciputra Development)
3. PGAS (Perusahaan Gas Negara)
4. WSKT (Waskita Karya)
5. BJTM (BPD Jawa Timur)
Top 5 saham yang masuk portofolio Reksadana Minna Padi Pringgondani Saham (NAB per 31 Oktober 2019 = Rp 2.12 trilyun):
1. BMRI (Bank Mandiri)
2. ANTM (Aneka Tambang)
3. PGAS (Perusahaan Gas Negara)
4. WIKA (Wijaya Karya)
5. JSMR (Jasa Marga)
Saham-saham yang masuk dalam top holdings portofolio Reksadana Minna Padi rata-rata merupakan saham bluechip (sesuai dengan fund fact sheet per Oktober 2019). Saya mengamati saham blue chip di atas mengalami tekanan jual sejak pengumuman likuidasi hingga sebelum batas akhir likuidasi.
Update Terkini
MPAM telah menjalankan likuidasi sesuai dengan batas akhir waktu likuidasi yaitu 18 Februari 2020. Setelah batas akhir waktu likuidasi terlewati, ternyata muncul problematika baru. Akibat proses likuidasi ini, NAB enam produk Reksadana Minna Padi turun 40-50% atau hanya bernilai sekitar 50-60% dari NAB sebelum likuidasi. Tidak hanya nilainya yang turun, tetapi muncul kendala juga dalam penjualan saham. Reksadana Minna Padi ternyata memegang saham-saham yang tidak likuid, yang tidak bisa dijual ke pasar reguler. Adapaun skema yang ditawarkan MPAM kepada investor sebagai berikut:
a. Investor menerima 20% dalam bentuk cash.
b. Sisanya sebesar 30% - 40% rencana akan diberikan dalam bentuk saham.
c. Jika investor tidak bersedia menerima dalam bentuk saham, maka akan di kembalikan lagi ke MPAM. Kerugian investor akan dicicil 5 tahun (dengan beberapa ketentuan).
Kalian tahu saham-saham apa saja yang tersisa di portofolio Minna Padi dan rencananya dibagikan ke investor? Ini dia listnya. Menurut sumber Kontan, MPAM memegang cukup banyak saham-saham gocap yang tidak laku dijual di pasar reguler. Saya jujur kaget melihat fakta bahwa MPAM juga bermain saham gorengan. Sangat berbeda sekali dengan fund fact sheet terakhir yang menuliskan saham-saham bluechip sebagai bagian dari portofolionya. Saya awalnya mengira palingan masalah yang akan dihadapi hanyalah pada penurunan nilai. Tapi, ternyata ada permainan saham gorengan juga. Sudah begitu, saham gorengannya parkir di 50 (gocap) pula. Kerugian investor dari kasus ini ditaksir sebesar 2.5 - 4 Trilyun.
Saat ini, MPAM telah mendapatkan ijin dari OJK untuk perpanjangan batas waktu likuidasi saham yang masih tersisa. Batas akhir likuidasi diperpanjang hingga 18 Mei 2020. Menurut pengakuan salah satu investor, dia baru menerima uang hanya sebesar 20% dari nilai investasinya. Mari kita lihat apakah MPAM mampu memenuhi tanggungjawabnya di bulan Mei ini.
Baca juga : Kupas Tuntas Saham Gorengan
Kesimpulan & Pelajaran
Dari kasus ini, saya menyimpulkan dan bisa mengambil beberapa pelajaran, antara lain:
1. MPAM kurang berintegritas.
Menjanjikan sesuatu yang mustahil kepada investor seperti janji keuntungan pasti untuk produk yang underlying asset-nya saham adalah suatu tindakan tidak berintegritas. Manajer investasi ini sudah tidak jujur dari awal. Seperti yang dipahami dalam berinvestasi saham itu ada risiko volatilitas yang cukup tinggi. Hari ini untung 10%, besoknya bisa kok minus 10%. Sehingga sangat tidak mungkin apabila ada manajer investasi yang bisa menjanjikan return pasti yang tinggi pula dari produk saham.
2. Investor perlu lebih cerdas.
Di era teknologi saat ini, kita bisa mendapatkan informasi dan mempelajari suatu hal dengan sangat mudah. Selain itu, internet juga bisa menghubungkan kita dengan orang-orang yang awalnya "unreachable". Kita bisa dengan mudah konsultasi ringan atau sekadar bertanya tentang pilihan investasi yang akan diambil kepada sesepuh investor. Jadi, tidak ada alasan lagi sebenarnya kita bisa tertipu dengan bisnis/investasi bodong. In my opinion, investor Minna Padi juga memiliki porsi kesalahan dalam hal kewaspadaan berinvestasi. Saat ditawarkan produk investasi, tentunya kita seharusnya mencari tahu terlebih dahulu tentang produk tersebut (bagaimana review selama ini), skema/model bisnis, dll. Sebelum berinvestasi, minimal banget kita harus paham tentang model bisnisnya. Misalkan, suatu produk menjanjikan return pasti, kita harus paham skemanya seperti apa, keutungannya dari mana, apakah feasible atau tidak dengan skema/model bisnis seperti itu. Jika tidak feasible maka just leave it.
3. OJK sekali lagi jadi pahlawan kemalaman.
Saking telatnya, bukan kesiangan lagi tapi kemalaman. Kenapa baru Oktober 2019, RD ini ketahuan menjanjikan return tetap? Katanya reksadana"diawasi OJK", tapi kok ketahuannya telat banget ketika AUM sudah trilyunan? Fungsi pengawasan OJK terhadap Reksadana Minna Padi sangat lemah. Selain fungsi pengawasan, saya juga mengkritik cara OJK dalam mengatasi kasus ini. Tanpa ada angin, tiba-tiba OJK mengeluarkan langkah yang cukup represif dengan langsung membubarkan 6 reksadana. Ini industri keuangan yang saling terhubung lho. Basisnya investasi ya kepercayaan investor. Kalau tiba-tiba langsung dibubarkan begini, apa OJK tidak takut kalau kepercayaan investor turun? Atau mentang-mentang mumpung dana kelolaan MPAM hanya 6 trilyun jadi bisa dibubarkan semudah ini? OJK bisa lah membuat regulasi tentang langkah-langkah penyelesaian kasus keuangan dengan lebih manusiawi. Cobalah memposisikan diri juga sebagai investor. Tindakan represif kebanyakan hanya berujung kepada kerugian investor.
Baca juga : OJK, Antara Ada dan Tiada
4. Fund fact sheet tidak representatif.
Seperti yang tadi sudah dibahas sekilas, pada fund fact sheet saham-saham yang di-hold dalam 6 produk reksadana MPAM rata-rata berjenis saham bluechip atau saham second liner yang memiliki fundamental bagus. Tapi ternyata, setelah kasus ini berjalan baru terkuak kalau MPAM juga membeli saham gorengan dalam jumlah yang besar. Ini bisa jadi pertanda bahwa top 5 holdings yang terlampir di fund fact sheet terkadang tidak merepresentasikan strategi dan kondisi investasi pada suatu manajer investasi. Karena yang tahu "dapur" ya hanyalah pihak manajer investasi dan otoritas. Oleh karena itu, untuk mengatasi ini, saya memiliki saran kepada OJK untuk mengubah regulasi jumlah minimal efek pada portofolio yang harus ditampilkan di fund fact sheet dari awalnya top 5 menjadi top 10. Makin banyak tentunya makin bagus. Dengan begini, investor akan bisa lebih baik dalam memahami produk reksadana tersebut.
Saya bukan orang finance dan saat ini belum pegang sertifikat apapun dari pasar modal, tapi bisa membedakan mana saham busuk/nggak. Masa yang katanya profesional dan bersertifikat tidak bisa membedakan? Kasus ini perlu diusut tuntas. Ada kepentingan apa sampai MI membeli saham busuk? Apa ada internal trading? Jika benar memang ada kepentingan dan Manajer Investasi mendapatkan keuntungan dari situ, OJK harus bertindak. Jangan membiarkan orang-orang tak bermoral ini merusak iklim investasi di Indonesia. Rakyat makin sadar investasi, sayang saja sih kalo kita tidak bisa memanfaatkannya. Jika OJK ingin iklim investasi lebih sehat, mulailah dari bikin aturan yang tegas untuk para Manajer Investasi nakal. Tidak cukup dibubarkan saja. Jika memang terbukti tidak berintegritas, kalau perlu cabut izin/sertifikat WMI personnelnya dan dilarang beraktivitas di pasar efek lagi.
Akhir kata, semoga kasus keuangan Reksadana Minna Padi ini dapat menjadi pembelajaran bersama untuk selalu waspada dalam berinvestasi.
Awal Mula
Kasus yang terjadi pada Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) bermula ketika OJK melakukan investigasi pada MPAM. Berdasarkan investigasi di lapangan, ditemukan adanya pelanggaran penjualan produk reksadana oleh MPAM. Temuan OJK menunjukkan ada dua reksa dana (Reksa Dana Minna Padi Pasopati Saham dan Reksa Dana Minna Padi Pringgondani Saham) yang dijual dengan janji return pasti (guaranteed return) masing-masing 11% antara waktu 6 bulan - 12 bulan yang dipasarkan melalui cabang perseroan di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Selain itu, kantor cabang perseroan yang sama juga diduga menjual produk investasi berbasis jual janji beli kembali atau gadai (repurchase agreement/repo) saham. Akibat temuan yang bertentangan dengan peraturan OJK ini, OJK memerintahkan penghentian penjualan sementara (suspensi) sejak 9 Oktober 2019 pada kedua produk reksadana yang dikeluarkan oleh MPAM tersebut melalui surat perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernomor S-1240/PM.21/2019. Sebelum disuspensi, dana kelolaan Minna Padi Aset Manajemen telah bertumbuh Rp 2.31 Trilyun hanya dalam periode 9 bulan (Desember 2018 - September 2019).
Tak berhenti pada suspensi, sebulan setelahnya tepat pada tanggal 22 November 2019, OJK menerbitkan surat OJK bernomor S-1442/PM.21/2019 yang berisi perintah kepada Minna Padi Aset Manajemen untuk membubarkan atau melikuidasi 6 reksadana yang dikelolanya. Reksadana yang harus dilikuidasi itu antara lain: Minna Padi Pringgondani Saham, Minna Padi Pasopati Saham, Minna Padi Amanah Saham Syariah, Minna Padi Hastinapura Saham, Minna Padi Property Plus, dan Minna Padi Keraton II. Sebelum dibubarkan pada Oktober 2019, AUM (Asset Under Management) untuk 6 produk reksadana tersebut sekitar 6 Trilyun rupiah. Sesuai dengan peraturan, MPAM punya waktu hingga 60 hari bursa (tenggat waktu hingga 18 Februari 2020) untuk melikuidasi keenam produknya tersebut.
Dampak
Karena produk reksadana yang dilikuidasi dominannya berjenis reksadana saham tentunya kejadian ini memiliki efek ke bursa saham. Akibat likuidasi 6 produk reksadana yang dikelola oleh MPAM, pasar saham mengalami sedikit guncangan. Berdekatan dengan pembubaran 6 produk reksadana ini, IHSG terpantau melemah bahkan sempat di bawah 6000. Walaupun dana kelolaan MPAM yang harus dilikuidasi hanya 6 trilyun, tapi namanya dunia investasi, pasti berkaitan erat dengan kepercayaan dan psikologis masyarakat. Yang saya lihat saat itu, investor cukup panik. Saham-saham yang menjadi portofolio 6 reksadana ini mengalami aksi jual lumayan masif. Kebetulan juga kasus yang menimpa MPAM ini berdekatan dengan kasus keuangan lain di reksadana (Emco, Narada) dan asuransi (Jiwasraya, Asabri, Bumiputera).
IHSG sempat di bawah 6000 pada November 2019 lalu |
1. JSMR (Jasa Marga)
2. CTRA (Ciputra Development)
3. PGAS (Perusahaan Gas Negara)
4. WSKT (Waskita Karya)
5. BJTM (BPD Jawa Timur)
Top 5 saham yang masuk portofolio Reksadana Minna Padi Pringgondani Saham (NAB per 31 Oktober 2019 = Rp 2.12 trilyun):
1. BMRI (Bank Mandiri)
2. ANTM (Aneka Tambang)
3. PGAS (Perusahaan Gas Negara)
4. WIKA (Wijaya Karya)
5. JSMR (Jasa Marga)
Saham-saham yang masuk dalam top holdings portofolio Reksadana Minna Padi rata-rata merupakan saham bluechip (sesuai dengan fund fact sheet per Oktober 2019). Saya mengamati saham blue chip di atas mengalami tekanan jual sejak pengumuman likuidasi hingga sebelum batas akhir likuidasi.
Update Terkini
MPAM telah menjalankan likuidasi sesuai dengan batas akhir waktu likuidasi yaitu 18 Februari 2020. Setelah batas akhir waktu likuidasi terlewati, ternyata muncul problematika baru. Akibat proses likuidasi ini, NAB enam produk Reksadana Minna Padi turun 40-50% atau hanya bernilai sekitar 50-60% dari NAB sebelum likuidasi. Tidak hanya nilainya yang turun, tetapi muncul kendala juga dalam penjualan saham. Reksadana Minna Padi ternyata memegang saham-saham yang tidak likuid, yang tidak bisa dijual ke pasar reguler. Adapaun skema yang ditawarkan MPAM kepada investor sebagai berikut:
a. Investor menerima 20% dalam bentuk cash.
b. Sisanya sebesar 30% - 40% rencana akan diberikan dalam bentuk saham.
c. Jika investor tidak bersedia menerima dalam bentuk saham, maka akan di kembalikan lagi ke MPAM. Kerugian investor akan dicicil 5 tahun (dengan beberapa ketentuan).
Kalian tahu saham-saham apa saja yang tersisa di portofolio Minna Padi dan rencananya dibagikan ke investor? Ini dia listnya. Menurut sumber Kontan, MPAM memegang cukup banyak saham-saham gocap yang tidak laku dijual di pasar reguler. Saya jujur kaget melihat fakta bahwa MPAM juga bermain saham gorengan. Sangat berbeda sekali dengan fund fact sheet terakhir yang menuliskan saham-saham bluechip sebagai bagian dari portofolionya. Saya awalnya mengira palingan masalah yang akan dihadapi hanyalah pada penurunan nilai. Tapi, ternyata ada permainan saham gorengan juga. Sudah begitu, saham gorengannya parkir di 50 (gocap) pula. Kerugian investor dari kasus ini ditaksir sebesar 2.5 - 4 Trilyun.
Sumber: Kontan |
Baca juga : Kupas Tuntas Saham Gorengan
Kesimpulan & Pelajaran
Dari kasus ini, saya menyimpulkan dan bisa mengambil beberapa pelajaran, antara lain:
1. MPAM kurang berintegritas.
Menjanjikan sesuatu yang mustahil kepada investor seperti janji keuntungan pasti untuk produk yang underlying asset-nya saham adalah suatu tindakan tidak berintegritas. Manajer investasi ini sudah tidak jujur dari awal. Seperti yang dipahami dalam berinvestasi saham itu ada risiko volatilitas yang cukup tinggi. Hari ini untung 10%, besoknya bisa kok minus 10%. Sehingga sangat tidak mungkin apabila ada manajer investasi yang bisa menjanjikan return pasti yang tinggi pula dari produk saham.
2. Investor perlu lebih cerdas.
Di era teknologi saat ini, kita bisa mendapatkan informasi dan mempelajari suatu hal dengan sangat mudah. Selain itu, internet juga bisa menghubungkan kita dengan orang-orang yang awalnya "unreachable". Kita bisa dengan mudah konsultasi ringan atau sekadar bertanya tentang pilihan investasi yang akan diambil kepada sesepuh investor. Jadi, tidak ada alasan lagi sebenarnya kita bisa tertipu dengan bisnis/investasi bodong. In my opinion, investor Minna Padi juga memiliki porsi kesalahan dalam hal kewaspadaan berinvestasi. Saat ditawarkan produk investasi, tentunya kita seharusnya mencari tahu terlebih dahulu tentang produk tersebut (bagaimana review selama ini), skema/model bisnis, dll. Sebelum berinvestasi, minimal banget kita harus paham tentang model bisnisnya. Misalkan, suatu produk menjanjikan return pasti, kita harus paham skemanya seperti apa, keutungannya dari mana, apakah feasible atau tidak dengan skema/model bisnis seperti itu. Jika tidak feasible maka just leave it.
3. OJK sekali lagi jadi pahlawan kemalaman.
Saking telatnya, bukan kesiangan lagi tapi kemalaman. Kenapa baru Oktober 2019, RD ini ketahuan menjanjikan return tetap? Katanya reksadana"diawasi OJK", tapi kok ketahuannya telat banget ketika AUM sudah trilyunan? Fungsi pengawasan OJK terhadap Reksadana Minna Padi sangat lemah. Selain fungsi pengawasan, saya juga mengkritik cara OJK dalam mengatasi kasus ini. Tanpa ada angin, tiba-tiba OJK mengeluarkan langkah yang cukup represif dengan langsung membubarkan 6 reksadana. Ini industri keuangan yang saling terhubung lho. Basisnya investasi ya kepercayaan investor. Kalau tiba-tiba langsung dibubarkan begini, apa OJK tidak takut kalau kepercayaan investor turun? Atau mentang-mentang mumpung dana kelolaan MPAM hanya 6 trilyun jadi bisa dibubarkan semudah ini? OJK bisa lah membuat regulasi tentang langkah-langkah penyelesaian kasus keuangan dengan lebih manusiawi. Cobalah memposisikan diri juga sebagai investor. Tindakan represif kebanyakan hanya berujung kepada kerugian investor.
Baca juga : OJK, Antara Ada dan Tiada
4. Fund fact sheet tidak representatif.
Seperti yang tadi sudah dibahas sekilas, pada fund fact sheet saham-saham yang di-hold dalam 6 produk reksadana MPAM rata-rata berjenis saham bluechip atau saham second liner yang memiliki fundamental bagus. Tapi ternyata, setelah kasus ini berjalan baru terkuak kalau MPAM juga membeli saham gorengan dalam jumlah yang besar. Ini bisa jadi pertanda bahwa top 5 holdings yang terlampir di fund fact sheet terkadang tidak merepresentasikan strategi dan kondisi investasi pada suatu manajer investasi. Karena yang tahu "dapur" ya hanyalah pihak manajer investasi dan otoritas. Oleh karena itu, untuk mengatasi ini, saya memiliki saran kepada OJK untuk mengubah regulasi jumlah minimal efek pada portofolio yang harus ditampilkan di fund fact sheet dari awalnya top 5 menjadi top 10. Makin banyak tentunya makin bagus. Dengan begini, investor akan bisa lebih baik dalam memahami produk reksadana tersebut.
Saya bukan orang finance dan saat ini belum pegang sertifikat apapun dari pasar modal, tapi bisa membedakan mana saham busuk/nggak. Masa yang katanya profesional dan bersertifikat tidak bisa membedakan? Kasus ini perlu diusut tuntas. Ada kepentingan apa sampai MI membeli saham busuk? Apa ada internal trading? Jika benar memang ada kepentingan dan Manajer Investasi mendapatkan keuntungan dari situ, OJK harus bertindak. Jangan membiarkan orang-orang tak bermoral ini merusak iklim investasi di Indonesia. Rakyat makin sadar investasi, sayang saja sih kalo kita tidak bisa memanfaatkannya. Jika OJK ingin iklim investasi lebih sehat, mulailah dari bikin aturan yang tegas untuk para Manajer Investasi nakal. Tidak cukup dibubarkan saja. Jika memang terbukti tidak berintegritas, kalau perlu cabut izin/sertifikat WMI personnelnya dan dilarang beraktivitas di pasar efek lagi.
Akhir kata, semoga kasus keuangan Reksadana Minna Padi ini dapat menjadi pembelajaran bersama untuk selalu waspada dalam berinvestasi.
Sumber:
https://www.bareksa.com/id/text/2020/02/12/minna-padi-am-kesulitan-likuidasi-reksadana-aum-januari-turun-rp300-miliar/24290/news
https://www.bareksa.com/id/text/2020/02/21/ini-poin-poin-kesepakatan-pengembalian-dana-nasabah-minna-padi-am-dengan-ojk/24381/news
https://sahamgue.com/2020/01/ojk-antara-ada-dan-tiada-pinjol-reksadana-saham-gorengan-jiwasraya-bumiputera.html
https://bni-am.co.id/publikasi-berita.html/95/Dana-Kelolaan-Melesat--Siapa-Saja-MI-yang-Cetak-Rekor-
https://katadata.co.id/berita/2020/02/20/6-reksa-dana-dilikuidasi-nasabah-minna-padi-rugi-hingga-rp-4-triliun
Komentar
Posting Komentar