Analisa Fundamental Emas sebagai Instrumen Investasi
Fundamental Emas
Berbicara tentang emas, tidak bisa lepas dari sejarah uang itu sendiri. Zaman dulu sekali, orang-orang menggunakan metode barter untuk bertransaksi. Barter artinya tukar menukar barang secara langsung. Kelemahannya antara lain; takaran yang tidak jelas, repot, dan kurang mobile. Lalu, mulai digunakanlah standar dalam transaksi seperti produk pertanian, ternak, emas, dan perak untuk mengatasi kekurangan dari sistem barter. Standarisasi emas diduga sudah ada sejak 5000 tahun sebelum masehi. Namun, baru pada abad ke-6 sebelum masehi, uang dicetak dalam bentuk koin emas bercampur perak di Turki. Emas harus dicampur dengan perak/perunggu/logam lain agar sifatnya lebih keras.
Pertanyaannya, kenapa emas yang dijadikan uang? Kenapa bukan besi atau material lain? Kenapa emas yang "kurang berguna" di industri bisa jadi uang? Why is gold so valuable?
Mari kita kembali ke bangku sekolahan, tepatnya pada pelajaran kimia tentang unsur. Unsur di dunia ini pada dasarnya berbentuk cair, gas, dan padat. Dari ketiga fasa tersebut yang cocok dijadikan uang hanyalah fasa padat karena fisiknya jelas. Dari unsur berfasa padat ini bisa diseleksi lagi, unsur yang reaktif seperti logam alkali bisa dicoret, unsur yang radioaktif dan beracun bisa dicoret, unsur yang gampang terkorosi, ex: besi, bisa dicoret. Alhasil yang bisa masuk kriteria uang hanyalah logam mulia (logam yang tidak mudah bereaksi) seperti: Emas, Perak, Aluminium, logam grup platinum (platinum, palladium, rhodium, iridium, osmium and ruthenium). Namun, apabila dilihat pada teknologi jaman dulu, logam yang memungkinkan untuk diekstraksi hanya ada 2 yaitu emas dan perak. Karena emas berkilau (Aurum=mengkilap), lebih tahan korosi, dan jumlahnya di alam lebih sedikit namun juga tidak termasuk rare material, maka emas merupakan standar uang yang baik.
Mau cari material/benda/suatu hal yang bisa menggantikan emas sebagai standar uang? Syaratnya:
-tersedia dalam jumlah yang tidak banyak, tapi juga tidak sedikit
-tidak lekang oleh waktu (tidak mudah terkorosi)
-dapat diterima oleh masyarakat luas (ini syarat paling susah karena masuk ke ranah psikologi masyarakat)
Kebiasaan menggunakan emas sebagai standar uang terus berlangsung walaupun uang kertas diaplikasikan. Uang kertas yang dicetak harus di-back up dengan emas. Rule ini terus berlangsung sejak dollar US$ diperkenalkan, bahkan diperkuat dengan adanya Bretton Wood system tahun 1944. Namun pada tahun 1971 terjadilah Nixon Shock, presiden US Richard Nixon mengambil serangkaian kebijakan kontroversial. Salah satu kebijakan kontroversial itu adalah mencabut aturan bahwa dollar US di-back up dengan emas. Sebelum aturan ini dicabut (sebelum 1971) 1 oz emas dijaga dengan rate tetap di angka sekitar 35$. Setelah aturan itu dicabut, emas sudah bukan lagi "uang", emas hanya sebagai komoditas yang diperdagangkan dalam US$ dengan rate yang fluktuatif mengikuti permintaan dan penawaran pasar global. Emas seringkali masih tetap jadi patokan reserve suatu negara. Sementara, fungsi emas sebagai uang kini digantikan oleh fiat money (uang yang berlaku karena regulasi). Uang 100 ribu rupiah di kantong kita ada nilainya 100 ribu karena pemerintah membuat regulasinya.
Poin penting tentang fundamental emas:
- Emas memiliki nilai intrinsik dari segi unsur material
- Emas memiliki nilai intrinsik dari segi unsur material
- Emas telah diterima sebagai standar uang sejak ribuan tahun lalu (kepercayaan masyarakat sudah terlanjur tinggi)
- Selama emas jumlahnya tidak melimpah dan tidak ditemukan teknologi ekstraksi emas yang lebih murah dan efisien, emas akan tetap memiliki harga yang tinggi
- Selama masyarakat luas belum menyepakati lagi suatu barang/material yang bisa jadi alat tukar, emas akan tetap bernilai
- Selama masyarakat luas belum menyepakati lagi suatu barang/material yang bisa jadi alat tukar, emas akan tetap bernilai
Emas Bukan Investasi?
Sebelum membahas investasi emas, mari kita definisikan dulu apa itu investasi. Definisi saya, investasi adalah kegiatan meningkatkan kekayaan (net worth) dengan pembelian asset. Asset yang dibeli ini bertujuan untuk mendapatkan return di masa mendatang sehingga harapannya kekayaan meningkat. Selama ini, saya mengukur net worth menggunakan Rupiah (fiat money).
Apakah emas menguntungkan? By history, emas memiliki trend yang naik terhadap Rupiah. Berbicara tentang return itu gampang dan manipulatif. Saya bisa mengambil history 20 tahun yang lalu dimana kelihatan return emas lebih menjanjikan daripada investasi lain, bahkan saham. Saya juga bisa ambil contoh tentang IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang sejak 2017 stagnan, sementara emas sudah naik 50% (2017-2019). Saya bisa beri beberapa contoh beberapa saham yang kalau anda beli 5 tahun lalu, saat ini dalam posisi rugi. Apakah itu artinya saham tidak menguntungkan? Tidak kan. Saham secara history keseluruhan, sudah terbukti sebagai investasi yang bagus. Oleh karena itu, pembicaraan tentang return sangat manipulatif, tergantung timeframe dan siapa yang bicara. Berikut saya sajikan perbandingan emas dan IHSG dalam timeframe 10, 20, dan 30 tahun.
Ada yang mengatakan emas hanya sebagai store of value (penyimpan nilai). Menurut saya, ini tergantung dari satuan ukuran kekayaan. Kalau ukuran kekayaannya emas, ya memang benar emas hanya store of value. Kamu simpan emas 1 gr, 20 tahun kemudian akan tetap 1 gr. Tapi kalo ukuran kekayaan anda itu fiat money, emas selain sebagai store of value, juga bisa sebagai investasi. By history, harga emas memiliki trend yang naik terhadap fiat money negara manapun. Ini adalah fakta tak terbantahkan.
Biasanya ada pertanyaan, harga emas kan naiknya ngikutin kurs atauinflasi? Tidak selalu begitu. Menurut Consumer Price Index, tingkat inflasi di Indonesia dari tahun 1990 hingga 2019 adalah sekitar 1000%. Artinya dalam kurun waktu tersebut, harga barang secara umum naik 10x lipat. Kalau emas hanya store of value terhadap rupiah, harusnya harga emas terhadap rupiah juga naik sekitaran 10 kali lipat. Faktanya, sejak tahun 1990 hingga 2019 harga emas telah naik 28 kali lipat. Oleh karena itu, saya lebih setuju selain sebagai store of value, emas juga bisa jadi investasi yang bagus secara jangka panjang.
Emas vs IHSG (10 tahun) |
Emas vs IHSG (20 tahun) |
Emas vs IHSG (30 tahun) |
Biasanya ada pertanyaan, harga emas kan naiknya ngikutin kurs atauinflasi? Tidak selalu begitu. Menurut Consumer Price Index, tingkat inflasi di Indonesia dari tahun 1990 hingga 2019 adalah sekitar 1000%. Artinya dalam kurun waktu tersebut, harga barang secara umum naik 10x lipat. Kalau emas hanya store of value terhadap rupiah, harusnya harga emas terhadap rupiah juga naik sekitaran 10 kali lipat. Faktanya, sejak tahun 1990 hingga 2019 harga emas telah naik 28 kali lipat. Oleh karena itu, saya lebih setuju selain sebagai store of value, emas juga bisa jadi investasi yang bagus secara jangka panjang.
Bottomline
Secara fundamental dan return di masa lampau, emas adalah salah satu instrumen investasi yang baik. Emas memiliki beberapa kekurangan, seperti; spread (selisih harga) tinggi, tingkat keamanan, dan keuntungannya hanya didapat dari capital gain (selisih penjualan-pembelian). Artinya, saat dijual kamu sudah tidak punya assetnya lagi dan tidak bisa menghasilkan income secara pasif, berbeda sekali dengan obligasi atau saham (dividen). Walau begitu, saya tetap merasa emas adalah salah satu investasi yang wajib dimiliki dalam portofolio aset. Alasannya simpel, diversifikasi. Hanya memiliki aset dalam bentuk saham, dimana risiko perusahaan bangkrut cukup besar atau memiliki obligasi negara dimana negara dikelola oleh para pemerintah korup? It's not a smart move.
Komentar
Posting Komentar