Pengalaman Kerja Praktek di Pertamina Hulu Energi ONWJ ~ PART 1
Kali ini saya ingin berbagi pengalaman saat melakukan kerja praktek di salah satu perusahaan minyak terbaik Indonesia yaitu PHE ONWJ. Seperti yang kita ketahui bahwa PHE ONWJ merupakan salah satu anak perusahaan dari PT Pertamina. PHE ONWJ bekerja di blok Offshore North West Java, di daerah laut Jawa bagian Barat Laut, dari Utara Jakarta hingga Utara Indramayu/Cirebon. PHE ONWJ baru ada sekitar tahun 2009 setelah Pertamina mengakuisisi blok ONWJ dari BP.
Di tulisan kali ini, saya tidak akan bercerita mengenai proses pengajuan KP, saya hanya bercerita singkat tentang apa yang saya lakukan dan dapatkan dari kegiatan kerja praktek di PHE ONWJ. Kerja praktek yang saya lakukan ini sebenarnya sudah 1 tahun yang lalu hehe. Karena ingin berbagi pengalaman, saya mencoba menuliskannya di blog ini. Ya walaupun sudah lama, semoga masih ada informasi dan pelajaran yang bisa diambil.
Di tulisan kali ini, saya tidak akan bercerita mengenai proses pengajuan KP, saya hanya bercerita singkat tentang apa yang saya lakukan dan dapatkan dari kegiatan kerja praktek di PHE ONWJ. Kerja praktek yang saya lakukan ini sebenarnya sudah 1 tahun yang lalu hehe. Karena ingin berbagi pengalaman, saya mencoba menuliskannya di blog ini. Ya walaupun sudah lama, semoga masih ada informasi dan pelajaran yang bisa diambil.
Pre-Kerja Praktek
Kerja praktek (KP) merupakan salah satu mata kuliah yang diwajibkan untuk mahasiswa jurusan Teknik Perminyakan ITB. Biasanya KP dilakukan setelah tingkat 3 berakhir atau setelah menyelesaikan >100 SKS. Di tahap ini dinilai gap antara skill mahasiswa dan kebutuhan dunia kerja tidak terlalu jauh. Proses pengajuan KP bisa langsung diajukan ke perusahaan bersangkutan atau melalui kampus. Singkat cerita saya dan lima teman sejurusan, Khai Sidiq Pale Wingky Haris, dinyatakan diterima di program KP PHE ONWJ, lalu disuruh untuk melengkapi berkas dan melakukan medical check-up. Hasilnya, alhamdulillah semua berkas sudah clear dan medical check up juga berjalan dengan lancar. Kami melakukan medical check-up yang cukup lengkap seperti: rontgen, pemeriksaan indera, test urin, EKG, dll di RSHS Bandung, dengan biaya total sekitaran 300k rupiah. Biaya medical checkup akan di-reimburse oleh perusahaan. Di samping itu, kami juga mempersiapkan kebutuhan yang sekiranya diperlukan selama kerja praktek seperti baju lengan panjang, celana bahan, sepatu pantofel, sendal crocs dan kebutuhan dasar. Kami pun siap melakukan kerja praktek.
Kerja Praktek (22 Mei 2017 - 20 Juni 2017)
Pada hari Minggu (22/05/17) kami tiba di Jakarta Selatan, tepatnya di Kebagusan (dekat Lenteng Agung). Lokasi kantor kebetulan berada di daerah Kebagusan. Kami berenam dimentori oleh seorang Petroleum Engineer PHE ONWJ dan senior di TM ITB angkatan 2006, Bang Faras. Program Kerja Praktek ini direncanakan berlangsung selama 1 bulan, dengan rincian 2 minggu di offshore dan 2 minggu di kantor Jakarta. Karena jadwal KP yang seperti itu, kami berenam memutuskan untuk ngekos sekamar berdua. Saya sekamar dengan Khai. Kami pilih kosan yang dekat dengan kantor dengan biaya sewa kos sekitar 900k per bulan untuk berdua.
Minggu I (22 Mei 2017-25 Mei 2017)
Minggu I (22 Mei 2017-25 Mei 2017)
Seminggu pertama kami habiskan di kantor dengan berbagai kegiatan seperti mengurus administrasi, belajar topik produksi, menganalisis permasalahan yang sering terjadi di ONWJ dll. Di minggu pertama juga, kami melakukan Basic Sea Survival Training. Basic Sea Survival Training ini telah disediakan oleh PHE ONWJ jadi kami hanya perlu datang ke lokasi training yaitu di Jakarta Offshore Training Center (dekat UI Depok). Basic Sea Survival Training merupakan salah satu persyaratan wajib bagi semua pegawai atau kru yang akan ke offshore. Training ini dibagi 2 sesi: teori dan praktik. Saya cukup khawatir mengikuti yang sesi praktik karena saya tidak bisa berenang. Kebetulan praktik dilakukan di kolam renang yang cukup dalam untuk mensimulasikan laut. Ada beberapa latihan yang dilakukan seperti lompat dari tinggi 4 meter, simulasi kapal karam, posisi saat berada di laut yang benar, berenang bersama dll. Ketakutan dan kekhawatiran saya sirna ketika mengikuti praktek ini. Trainingnya ternyata seru dan mengasyikkan bagi saya yang itdak bisa berenang dan bagi kami yang belum pernah ke offshore. Berikut ini ada beberapa dokumentasi saat saya, teman-teman, dan beberapa pegawai PHE mengikuti Basic Sea Survival Training.
Selesai melaksanakan Basic Sea Survival Training di hari kedua (Selasa), kami kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang sudah diarahkan oleh mentor kami. Di hari Jum'at kami bersiap menuju ke Offshore.
Minggu II & III (25 Mei 2017-3 Juni 2017)
Pada hari Jum'at, sesuai dengan jadwal yang diberikan, kami berangkat ke Offshore. Pukul 06.00 semua pegawai yang akan berangkat ke Offshore diharuskan sudah berada di PHE Tower. Peraturan disini, bagi pegawai yang telat satu menit saja akan ditinggal. Kami berenam pun sudah berkumpul disana sebelum jam 6. Untuk ke offshore, kami akan didampingi oleh Mentor kami, Bang Faras. Tepat pukul 06.00, bus yang mengangkut pegawai diberangkatkan menuju Marunda. Di Marunda ini, kami naik kapal yang sudah disewa oleh PHE ONWJ menuju salah satu lapangan minyak terbesar di blok ONWJ yaitu lapangan Echo. Oh iya, kalau ada yang belum tahu, bangunan yang didirikan di atas laut bisa disebut rig. Ada banyak sekali jenis rig offshore, salah satunya disebut platform. Platform merupakan struktur permanen yg dibangun di laut dan bisa berfungsi banyak hal seperti: tempat kepala sumur, tempat tinggal, surface facilities, dll. Biasanya platform dibangun di laut yang cukup dangkal, sehingga pondasinya bisa sampai ke dasar laut.
Pada 5 hari awal, kami tinggal di lapangan Echo. Untuk transportasi dari kapal ke platform kami menggunakan frog yang diangkat dengan bantuan crane. Untuk video bisa dilihat di bawah ini:
Jadi setiap pindah tempat, misal dari platform ke kapal atau kapal ke platform selalu naik ini. Serem juga sih awalnya, tapi lama-kelamaan jadi biasa. Oh iya btw dulu bentuk frog tidak begini, tapi berbentuk semacam tabung (log) dan semua orang harus berdiri memegang pegangan pada log tersebut. Lebih serem lah pokoknya.
Setelah sampai di living quarters lapangan Echo, kami ditempatkan di kamar masing-masing. Kamarnya berkapasitas 4 orang, dengan tempat tidur tingkat. Kamar mandi dalam dan semua peralatan mandi telah disediakan. Untuk makan, ada ruang makan dimana makanan disini sangatlah lengkap, ada ice cream, snack, susu, menu 4 sehat 5 sempurna dll, bisa dibilang makanannya sekelas hotel berbintang. Itulah yang menyebabkan berat badan saya bisa naik 5 kg dalam waktu 2 minggu. Heuheu. Oh iya, kebetulan kami sampai disana saat bulan puasa. Jadi, ini merupakan tantangan lebih bagi saya yang menjalankan puasa karena ada beberapa kegiatan outdoor. saat bulan Ramadhan, diadakan sholat terawih berjamaah dimana biasanya selalu penuh. Kalau salat wajib, musholla juga cukup ramai. Saya melihat religiusitas pegawai disini cukup bagus. Walaupun pekerjaan lapangan cukup berat tetapi tetap tidak membuat mereka melupakan kewajibannya kepada Tuhan. Aktivitas yang kami lakukan selama di Lapangan Echo antara lain: kunjungan lapangan, pengenalan software, kelas dari mentor, mencoba mengidentifikasi dan analisis permasalahan di lapangan, ya kalau senggang kami juga menghabiskan waktu untuk nge-gym atau berolahraga. Di PHE ONWJ, safety menjadi hal yang sangat diutamakan. Banyak hal yang harus diperhatikan disini. Contoh kecil ada peraturan kalau naik tangga harus memegang pegangan tangga. Saya salut atas strictnya peraturan disini sehingga akhirnya mampu menciptakan perasaan nyaman dan aman walaupun sebenarnya bekerja di offshore sangat penuh resiko.
Pada hari ketiga, kami mengunjungi salah satu platform NUI (Normally Unmanned Installation). NUI artinya platform dimana tidak ada orang yang berjaga atau mengontrol secara kontinu. Semua kontrol di NUI dilakukan secara otomatis dari pusat lapangan Echo. Yang berkesan menurut saya yaitu transporter dari kapal ke platform NUI. Kami harus berlagak seperti tarzan disana. Untuk sampai di platform kami harus pegangan pada tali lalu mengayun untuk bisa sampai ke tujuan. Bisa bayangkan bagaimana seremnya kan. Ditambah kapal yang tidak berada dalam keadaan statik tapi naik turun. Kenapa tidak pake crane yg tadi? Karena di NUI memang tidak ada. Crane yang tadi hanya dipakai sebagai transporter di platform yang ditinggali. Jadi ya mau tidak mau harus pakai tali. Tapi beruntung berkat Basic Sea Survival Training kami bisa melakukannya dengan baik. Di NUI ada sumur-sumur minyak, ada separator, dan beberapa fasilitas lain. Kami mempelajari komponen kepala sumur dan sistem perpipaan disini. Pada hari kelima, kami pun bersiap untuk pindah ke platform lain yaitu Central Plant. Berikut ini beberapa dokumentasi selama kami di Lapangan Echo.
Minggu II & III (25 Mei 2017-3 Juni 2017)
Pada hari Jum'at, sesuai dengan jadwal yang diberikan, kami berangkat ke Offshore. Pukul 06.00 semua pegawai yang akan berangkat ke Offshore diharuskan sudah berada di PHE Tower. Peraturan disini, bagi pegawai yang telat satu menit saja akan ditinggal. Kami berenam pun sudah berkumpul disana sebelum jam 6. Untuk ke offshore, kami akan didampingi oleh Mentor kami, Bang Faras. Tepat pukul 06.00, bus yang mengangkut pegawai diberangkatkan menuju Marunda. Di Marunda ini, kami naik kapal yang sudah disewa oleh PHE ONWJ menuju salah satu lapangan minyak terbesar di blok ONWJ yaitu lapangan Echo. Oh iya, kalau ada yang belum tahu, bangunan yang didirikan di atas laut bisa disebut rig. Ada banyak sekali jenis rig offshore, salah satunya disebut platform. Platform merupakan struktur permanen yg dibangun di laut dan bisa berfungsi banyak hal seperti: tempat kepala sumur, tempat tinggal, surface facilities, dll. Biasanya platform dibangun di laut yang cukup dangkal, sehingga pondasinya bisa sampai ke dasar laut.
Pada 5 hari awal, kami tinggal di lapangan Echo. Untuk transportasi dari kapal ke platform kami menggunakan frog yang diangkat dengan bantuan crane. Untuk video bisa dilihat di bawah ini:
Jadi setiap pindah tempat, misal dari platform ke kapal atau kapal ke platform selalu naik ini. Serem juga sih awalnya, tapi lama-kelamaan jadi biasa. Oh iya btw dulu bentuk frog tidak begini, tapi berbentuk semacam tabung (log) dan semua orang harus berdiri memegang pegangan pada log tersebut. Lebih serem lah pokoknya.
Setelah sampai di living quarters lapangan Echo, kami ditempatkan di kamar masing-masing. Kamarnya berkapasitas 4 orang, dengan tempat tidur tingkat. Kamar mandi dalam dan semua peralatan mandi telah disediakan. Untuk makan, ada ruang makan dimana makanan disini sangatlah lengkap, ada ice cream, snack, susu, menu 4 sehat 5 sempurna dll, bisa dibilang makanannya sekelas hotel berbintang. Itulah yang menyebabkan berat badan saya bisa naik 5 kg dalam waktu 2 minggu. Heuheu. Oh iya, kebetulan kami sampai disana saat bulan puasa. Jadi, ini merupakan tantangan lebih bagi saya yang menjalankan puasa karena ada beberapa kegiatan outdoor. saat bulan Ramadhan, diadakan sholat terawih berjamaah dimana biasanya selalu penuh. Kalau salat wajib, musholla juga cukup ramai. Saya melihat religiusitas pegawai disini cukup bagus. Walaupun pekerjaan lapangan cukup berat tetapi tetap tidak membuat mereka melupakan kewajibannya kepada Tuhan. Aktivitas yang kami lakukan selama di Lapangan Echo antara lain: kunjungan lapangan, pengenalan software, kelas dari mentor, mencoba mengidentifikasi dan analisis permasalahan di lapangan, ya kalau senggang kami juga menghabiskan waktu untuk nge-gym atau berolahraga. Di PHE ONWJ, safety menjadi hal yang sangat diutamakan. Banyak hal yang harus diperhatikan disini. Contoh kecil ada peraturan kalau naik tangga harus memegang pegangan tangga. Saya salut atas strictnya peraturan disini sehingga akhirnya mampu menciptakan perasaan nyaman dan aman walaupun sebenarnya bekerja di offshore sangat penuh resiko.
Pada hari ketiga, kami mengunjungi salah satu platform NUI (Normally Unmanned Installation). NUI artinya platform dimana tidak ada orang yang berjaga atau mengontrol secara kontinu. Semua kontrol di NUI dilakukan secara otomatis dari pusat lapangan Echo. Yang berkesan menurut saya yaitu transporter dari kapal ke platform NUI. Kami harus berlagak seperti tarzan disana. Untuk sampai di platform kami harus pegangan pada tali lalu mengayun untuk bisa sampai ke tujuan. Bisa bayangkan bagaimana seremnya kan. Ditambah kapal yang tidak berada dalam keadaan statik tapi naik turun. Kenapa tidak pake crane yg tadi? Karena di NUI memang tidak ada. Crane yang tadi hanya dipakai sebagai transporter di platform yang ditinggali. Jadi ya mau tidak mau harus pakai tali. Tapi beruntung berkat Basic Sea Survival Training kami bisa melakukannya dengan baik. Di NUI ada sumur-sumur minyak, ada separator, dan beberapa fasilitas lain. Kami mempelajari komponen kepala sumur dan sistem perpipaan disini. Pada hari kelima, kami pun bersiap untuk pindah ke platform lain yaitu Central Plant. Berikut ini beberapa dokumentasi selama kami di Lapangan Echo.
Kami berenam + mentor saat berfoto di Helipad |
Berfoto di lapangan Echo |
Foto saya bersama mentor |
Saat kami mempelajari flowline di lapangan Echo ditemani operator |
Saat kami mempelajari flowline di lapangan Echo |
Kelas teori bersama mentor |
Perpisahan dengan pegawai Lapangan Echo |
To be continued.......
NB:
Foto-foto diambil menggunakan kamera digital milik lapangan dan telah disetujui oleh pihak terkait.
Komentar
Posting Komentar