Catatan Perjalanan: Mendaki Gunung Papandayan

Kamis, 21 Desember 2017
Siang itu adalah siang yang cukup cerah untuk memulai perjalanan ke salah satu gunung paling ramai didaki di Jawa Barat, Gunung Papandayan. Saya bersama 4 teman kuliah telah merencanakan akan naik gunung papandayan tanggal 21-22 Desember 2017 untuk melepas kepenatan setelah kuliah semester 7 yang cukup menguras tenaga. Awalnya saya kira ini hanyalah wacana manis, namun ternyata kami mampu merealisasikannya. Oh iya, FYI, ini adalah pertama kalinya saya naik gunung. Hehehe.

Keberangkatan
Kami rencanakan berkumpul di gerbang belakang ITB jam 12.00, sudah siap dengan membawa spek biasa untuk naik gunung. Namun karena satu lain hal, menjadi agak telat akhirnya jam 1 siang kami baru berkumpul. Dari ITB kami berangkat jam 2 menuju terminal Cicaheum Bandung menggunakan GO-CAR dengan ongkos sekitar 28 ribu. Sesampainya di Cicaheum kami mencari ELF yang akan mengangkut kami ke Garut. Elfnya bertuliskan Bandung-Cikajang dan biasanya mangkal di depan terminal Cicaheum. Disitu kami negosiasi sama kondektur/kernet elf dan sepakat dengan harga 25k rupiah per orang sampai di Cisurupan. Kami pun melanjutkan perjalanan sekitar jam setengah 3 sore dari terminal Cicaheum. Jam 5 kami sampai di terminal Guntur, Garut. Disitulah kejadian yang agak tidak mengenakkan hati terjadi. Pihak ELF menyuruh kami untuk turun di terminal ini untuk akan dioper dengan ELF lain yang akan menuju Cikajang. Jujur saya kecewa berat. It was fine kalau cuma disuruh ganti kendaraan. Namun, yang kami sesalkan adalah pihak ELF yang tadi sudah sepakat dengan harga 25k rupiah, malah menyuruh kami turun untuk ganti elf dan harus membayar lagi di elf yang baru senilai 5k rupiah per orang. Saya sempat marah-marah ke kondektur elf, tapi dia tidak merasa bersalah. Mungkin 5k rupiah tidak seberapa, tapi pengkhianatan atas kesepakatan yang tidak bisa saya terima. Akhirnya, kami naik ke elf yang baru dan sampailah di pertigaan Cisurupan. Kami turun disana dan ternyata disuruh membayar lagi sebesar 10k rupiah serombongan. Kami yang sudah buru-buru karena sampai sana sekitar jam 6 sore, akhirnya tidak mau berdebat dan meingkhlaskan uang kami untuk membayar elf lagi.

Sesampainya kami di pertigaan Cisurupan, kami harus melanjutkan perjalanan ke gerbang masuk Gn. Papandayan yang jaraknya sekitar 9-10 km. Kami langsung ditawari ojek seharga 50k rupiah. Wanjay, mahal banget. Selagi berpikir dan melihat waktu sudah menunjukkan jam 18.30, kami memutuskan untuk melaksanakan sholat Maghrib terlebih dahulu, sekalian men-jama' sholat Isya'. Setelah sholat, kami pun berdiskusi kalau harga 50k terlalu mahal bagi kami. Kami menetapkan batasan harga yaitu 30k/orang. Selain ojek, ada juga coltbak. Harganya pun mirip-mirip dengan ojek. Kami mencoba menawar-nawar coltbak, tapi sopir konsisten di harga 40k/orang. Kami yang sadar bahwa sebenarnya ini kesalahan kami yang telat berangkat, tetap belum bisa menerima harga segitu. Dan yang kami sadari bahwa harga yang dipatok disini bukan berdasarkan Pasar Persaingan Sempurna tetapi berdasarkan asas ketidakenakan dengan mode transportasi lain. Ya inilah realitanya. Daerah ini ada yang "megang". Karena harga yang tak kunjung turun, akhirnya kami melakukan teknik gertak sambal, kami pura-pura jalan duluan. Ternyata pak sopir coltbak mau menerima harga 30k/orang. Dari sumber-sumber internet dan penuturan orang-orang yang kami temui di Gn. Papandayaan saat sudah sampai, harga segini sih tidak terlalu mahal. Kami melanjutkan perjalanan dengan naik coltbak dan sampailah di gerbang masuk Gn Papandayan. Biaya yang perlu kami bayar adalah 55k/orang dengan rincian 20k untuk tiket masuk (weekday) + 35k untuk camping. Kemudian di pos awal, kami melakukan persiapan alat dan ngopi sebentar untuk menghangatkan diri. Pukul 20.45, kami mulai mendaki Gn. Papandayan.

Pendakian yang Chaos
Pendakian malam itu adalah salah satu pengalaman berharga bagi saya dan teman-teman. Kami mendaki Gn.Papandayan ditemani dengan hujan rintik-rintik. Selain hujan rintik-rintik, kami juga ditemani oleh kabut tebal. Awal perjalanan mampu dijalani dengan sangat baik karena salah satu teman saya sudah pernah mendaki Gn Papandayan. Tapi tracking malam, membuat segalanya menjadi berbeda. Di suatu titik, kami tersesat. Kami kesasar ke arah Tebing Sunrise. Saat tracking malam hari, jalan menuju pondok Saladah sebagai tempat camping kami tiba-tiba tidak terlihat sama sekali. Kami pun harus berputar-putar sekitaran 1 jam baru kembali ke jalan yang benar. Lalu, setelah we're on the right track kami beristirahat sejenak di warung yang kosong,sambil membuka beberapa snack makanan. Dalam kegelapan, kami lihat warung yang seperti habis diobrak-abrik. Tembok dan atap, banyak yang rusak. Rute yang akan kami lalui adalah yang melewati Gober hut, lalu baru ke Pondok Saladah. Bukan rute yang melewati hutan mati. Tanpa prasangka, kami pun melanjutkan perjalanan. Di perjalanan ini, ternyata kami mengalami beberapa kejadian yang ekstrem. Salah satu teman saya yang minim persiapan alat, yang hanya memakai sandal (bukan sandal gunung) harus mengalami putus sandal. Lalu, senter yang kami bawa hanya 2 yang akhirnya berfungsi. Kemudian, secara tidak sadar kami telah diikuti oleh babi hutan. Saya dan teman saya mendengar suara krusak-krusuk di rerumputan yang tinggi. Padahal tidak ada angin atau apa. Kami pun sadar bahwa sudah ada babi hutan yang mengikuti kami. Kami pun berusaha mendaki dengan lebih cepat. Saat itu medan lumayan susah. Tanah menjadi lumpur karena hujan yang terjadi tadi sore hingga malam tadi. Dua orang teman saya, fisiknya drop karena hujan dan mungkin kecapekan karena perjalanan tadi. Saya juga sedikit kurang fit karena hujan yang tidak kunjung berhenti. Secara mental, saya sedikit jatuh karena teman saya mengatakan melihat mata "kucing". Saya tidak bisa tenang karena saya yakin di belakang kami ada yang mengikuti. Alhamdulillah tak berlangsung lama, kami bertemu dengan petani yang baru pulang dari kebunnya. Anjing yang mereka bawa sedikit banyak telah menyelamatkan kami dari hewan yang mengikuti kami. Kami pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya jam setengah 12 setelah hampir 3 jam mendaki dengan perchaosan yang ada, kami sampai di Gober hut. Kami menyimpulkan yang mengikuti kami adalah babi hutan. Babi hutan ini mengikuti kami karena snack yang kami buka di warung tadi. Babi hutan pula yang telah merusak beberapa bagian warung.

Di Gober Hut, kami ingin mendirikan tenda melihat kondisi kami yang sudah tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. Ternyata, ada 2 orang penduduk lokal yang sedang jaga di pos Gober Hut. Kami pun dipersilakan menginap di dalam pos. Saat sudah sampai di pos, beberapa dari kami ada yang masak, ada yang makan, ada yang langsung tidur, dan ada yang bermain kartu hingga larut malam. Sebenarnya awal rencana kami tidak hanya berlima, tapi bertujuh. Dua orang teman saya menyusul dari Bandung dan janjian untuk bertemu di Pondok Saladah. Kami yang tidak memiliki alat untuk komunikasi tidak bisa berkomunikasi untuk mengabarkan posisi kami.

Jumat, 22 Desember 2017
Jam setengah 8 pagi setelah berisitrahat cukup, kami bersiap melanjutkan perjalanan ke Pondok Saladah. Disana kami bertemu dua orang teman yang menyusul. Ada cerita lucunya yaitu teman kami ini sempat masuk tenda orang lain, yang dikiranya tenda kami hahahaha.
Pondok Saladah Gunung Papandayan
di Pondok Saladah
Setelah sarapan, kami melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati. Salah satu ikon Gn Papandayan. Dari pondok Saladah kirakira butuh waktu 15-20 menit untuk sampai di Hutan Mati.
Hutan Mati Gunung Papandayan

Kemudian, kami berfoto-foto disini dan melanjutkan perjalanan ke Tegal Alun, salah satu puncak Gn Papandayan. Sebenarnya area ini sudah masuk kawasan cagar alam dan untuk masuk perlu simaksi. Tapi karena rasanya kurang afdhol kalo tidak kesini, maka kami memutuskan untuk melanggar aturan itu. Hihihihi. Yang paling penting, sebisa mungkin kami tidak merusak area cagar alam ini. Dari Hutan Mati ke Tegal Alun kira-kira butuh waktu sekitar 45 menit dengan topografi yang lumayan curam, apalagi saat mendekati Tegal Alun, kami harus benar-benar climbing. Tapi, saya rasa masih wajar lah. Hehehe. Di Tegal Alun inilah puncak keindahan dari Gn. Papandayan. Disinilah padang bunga keabadian, bunga edelweis. Sungguh indah pemandangan disini. Sayang tidak boleh camping di Tegal Alun. Heuheu
Trek Curam Gunung Papandayan
Trek curam sebelum Tegal Alun
Tegal Alun Gunung Papandayan
di Tegal Alun
Puas dari Tegal Alun, kami pun bersiap turun untuk mengejar sholat Jum'at. Saat itu, waktu telah menunjukkan jam setengah 11 siang. Akhirnya kami semua tiba di gerbang utama jam 12. Disitu kebetulan ada Elf yang mau mengantarkan kami ke masjid di bawah karena masjid di Gn Papandayan belum bisa dipakai Sholat Jum'at. Kami lumayan terlambat sampai di masjid untuk sholat Jum'at. Setelah sholat Jum'at, kami kembali ke Gn. Papandayan untuk mandi air panas. Untuk mandi air panas, dikenai biaya 25k IDR. Badan kami jadi rileks banget sih, setelah capek naik gunung kemudian mandi air panas. Segerrr. Pukul 15.00 kami bersiap turun ke pertigaan Cisurupan dengan menaiki coltbak biaya 30k per orang. Sesampainya kami di pertigaan Cisurupan, kami mengisi perut dengan makan malam. Lalu jam setengah 5 sore, kami pulang ke Bandung dengan naik ELF berbiaya 30k/orang. Jam 7 malam, kami sudah sampai di terminal Cicaheum. Perjalanan kami mendaki gunung Papandayan, akhirnya dicukupkan sampai disini. Yay.. 

Biaya-biaya Naik Papandayan:
-ELF Bandung-Cisurup: Rp 30.000
-Coltbak PP: Rp 60.000
-Tiket masuk +Camping Weekday: Rp 55.000
-ELF Cisurup-Bandung: Rp 30.000
-Mandi Air Panas: Rp 25.000
Total Biaya: Rp 200.000

Pelajaran
Pelajaran yang bisa saya ambil dari kisah perjalanan ini adalah
1. Sebagaimanapun bentuk suatu alam, kamu tetap tidak boleh meremehkan alam. Gunung Papandayan memang bisa disebut sebagai gunung untuk pemula karena gampang dan landai. Tapi saat kamu tidak bersiap dengan benar, maka sebenarnya kamu sedang menggali kuburanmu sendiri.
2. Saya pernah memandang rendah orang yang suka menghabiskan uangnya untuk hal-hal seperti menikmati alam ini. Dulu saya pikir, mending uangnya ditabung atau digunakan untuk hal-hal lain yang lebih berfaedah. Tapi, sekarang saya tahu betapa berharganya pengalaman mendaki gunung. Saya belajar betapa pemandangan yang indah dan proses pendakian yang berkesan tidak akan bisa ditukar dengan uang berapapun.

Terima kasih kawan-kawan dan Gunung Papandayan atas pengalaman barunya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Porositas dan Permeabilitas

Krisis Finansial 2008 (Penyebab dan Dampak)

Ghawar Oilfield, Lapangan Minyak Terbesar di Dunia